Selasa, 20 Oktober 2009

parfum

WEWANGIAN CLEOPATRA DAN NAPOLEON

Sejarah Parfum


Riwayat parfum berkaitan erat dengan sejarah umat manusia. Sejak zaman prasejarah, manusia telah menambah kelezatan pada makanannya dengan membakar minyak dan kayu beraroma. Orang-orang Mesir kuno di zaman antik menghormati para dewanya dengan kemenyan, salep dan minyak wewangian. Semua menjadi bagian penting kegiatan keagamaan dan keindahan wanita (dan pria).

Meskipun parfum berkadar alkohol belum dijumpai pada masa itu, orang Mesir kuno telah akrab dengan parfum. Mereka menghadirkan wewangian dengan membakar kemenyan atau memakai balsam dan salep. Cara ini segera mentradisi di kuil-kuil. Cara sederhana kemudian berangsur berganti dengan resep yang kompleks.

Bukti-buktinya dapat dibaca pada tulisan Mesir kuno (hieroglif) di Edfou dan Philae. Begitu juga tentang detail formula awal parfum, seperti kemenyan kyphi yang terkenal.

Hieroglif

Salep dan minyak wangi dipakai pada kulit untuk kosmetik atau untuk pengobatan. Karena waktu itu penyulingan belum dikenal, zat berlemak seperti minyak sayur dan lemak hewan digunakan untuk menyerap wewangian bunga atau damar.

Sementara itu, orang Yunani kembali dari pelayarannya dengan membawa wewangian baru. Mengikuti orang Mesir, orang Yunani menghasilkan parfum untuk upacara ibadah dan sehari-hari. Kala itu melumuri seluruh tubuh dengan minyak dan krem ketika mandi, sebelum dan setelah makan, sudah menjadi mode. Tujuannya untuk kesehatan dan kesenangan.

Seiring dengan pengaruh Timur – setelah rute perdagangan ke India, Afrika, dan Arab terbuka- dan Yunani, orang Romawi dengan cepat mengadaptasi parfum. Julius Caesar bahkan mengutamakan wewangian eksotis.

Parfum dipakai untuk penguburan, upacara keagamaan, dan kehidupan sehari-hari. Karena pedagang parfum sering berhubungan denga dokter atau apoteker, orang Romawi meyakini parfum juga bermanfaat sebagai obat.

Satu penemuan besar mereka adalah penggunaan botol beling. Mereka lantas mengembangkan teknik peniupan kaca menjadi botol, yang ditemukan di Syiria pada abad ke – 1 sebelum masehi.

Pemakaian parfum kemudian berkurang di dunia Barat akibat perkembangan agama Kristen. Mereka tidak mengenal upacara penguburan. Sebaliknya, orang-orang Arab tetap menjaga eksistensi parfum melalui perdagangan rempah-rempah serta penemuan dan pengembangan alat dan teknik penyulingan.

Orang Arab dan Persia menjadi pemakai wewangian yang mentradisi. Taman-taman di Istana Alhambra di selatan Granada, Spanyol, menjadi bukti peranan parfum dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat.

Kejatuhan Keraraan Romawi dan invasi kaum barbar membawa dunia Barat ke zaman kegelapan. Penggunaan parfum pun melemah. Kondisi itu berlangsung hingga abad ke – 12, saat orang Kristen mulai mengakui daya tarik parfum sebagai simbol elegan sekaligus kesehatan – dipakai untuk menangkal wabah dan bau-bau tak sedap.

Para raja dan bangsawan juga merasakan segi higienis dan daya tarik parfum. Pada abad pertengahan, adalah hal biasa mencuci dan mandi dengan air wewangian. Karena rempah-rempah dari Timur masuk ke Eropa melalui Venesia, kota ini dengan cepat menjadi pusat parfum.

Pada pertengahan abad ke – 15, muncul parfum campuran minyak dan alkhohol – disebut eaux de senteur atau scent. Penemuan Benua Amerika di abad itu membuat Venesia kehilangan gelarnya sebagai pusat parfum.

Perdagangan parfum di abad ke-16 berbarengan dengan maraknya penjualan sarung tangan berparfum. Sarung tangan ini sempat membingungkan para pemakainya karena menimbulkan bau tak sedap – akibat campuran wewangian dan keringat pemakainya. Ada yang mencoba menangkalnya dengan membubuhi parfum yang berbau keras.

Pada abad ke-17, parfum mencapai sukses besar. Anggota Mejelis Kerajaan Perancis di masa Louis XIV merias wajahnya dengan bedak dan mengolesi parfum ke rambut palsunya.

Pada abad ini, yang lagi trendi adalah civet dan musk. Adapun Civet adalah wewangian dari kelenjar kesturi. Sedangkan musk merupakan wewangian dari kelenjar perut rusa jantan tak bertanduk (musk deer). Dalam zaman pencerahan, kecenderungan pada wewangian beraroma manis, bunga-bungaan, dan buah-buahan meningkat.

Dunia parfum abad ke-18 diwarnai dengan melimpahnya aneka wewangian baru, beserta botol-botolnya yang menawan. Orang harus pandai-pandai memilih wewangian kalau mau benar-benar memperoleh yang sesuai.

Botol Parfum

Abad itu juga masa terjadinya revolusi di dunia parfum dengan ditemukannya eau de cologne – “ari kolonyo”, kata kita. Campuran segar antara rosemary (sejenis dedaunan dari kawasan Laut Tengah), neroli (bunga jeruk), bergamot (citrus/jeruk), dan lemon ini dipakai untuk beragam keperluan.

Selain dituangkan ke air mandi, eau de cologne dicampurkan ke minuman anggur dan dimakan dengan bongkah gula, bahkan dapat disuntikkan ke tubuh, dan banyak lagi.

Revolusi Prancis kelihatannya tak mampu mematikan parfum. Malah sempat beredar wewangian bernama Parfum a la Guillotine – “Parfum Pisau Pemancung Kepala”. Setelah revolusi berlalu, parfum semakin merajalela. Napoleon dan para stafnya terkenal sebagai konsumen berat parfum.

Disekitar masa ini, Grasse di Perancis berkembang sebagai kota industri parfum. Dan Paris menjadi kota rekanan bisnis parfum Grasse, sekaligus pusat parfum sedunia.

Masa antara 1770 dan 1900 ditandai dengan lahirnya beberapa perusahaan parfum besar, seperti Chiris (1768), L.T. Piver (1774), Lantier (1795), Roure-Bertrand-Dupont (1820), Sozio (1840), Robertet (1850), dan Payan-Bertrand (1854).

Perkembangan ilmu kimia di abad ke-19 juga meningkatkan teknologi pembuatan parfum. Para ilmuwan dengan bebas menjajal kreativitasnya, sehingga tercipta campuran parfum sintetis dari aneka bahan kimia. Sebuah profesi baru pun muncul di abad ini: pencampur parfum (perfume blender).

Dinasti dalam dunia parfum juga lahir di abad itu. Salah satunya Pierre-Francois Pascal Guelain, dokter muda merangkap ahli kimia. Pada 1828, ia membuka toko yang menjual berbagai bedak dan parfum racikannya.

Kemewahan dan kemajuan menandai perkembangan parfum di abad ke-20. Secara bertahap, persepsi parfum berubah. Selain keharuman, unsur-unsur lainnya (bentuk botol, kemasan, dan cara pengiklanan) ikut berperan. Para pembuat parfum pun lantas menggandeng nama-nama besar pembuat botol, desainer grafis, dan biro iklan.

Dunia parfum di awal abad ke-20 sempat gonjang-ganjing dengan ikut sertanya para penjahit. Pasalnya, mereka ini ikut-ikutan menawarkan parfum di butik-butiknya. Paul Poiret, yang sukses dengan bisnis korset wanitanya, pada 1911 melempar parfum buatannya, Les Parfums de Rosine, sebagai pelengkap busana rancangannya.

Abad ke-20 ditandai pula dengan munculnya sederet nama besar di dunia parfum. Nama-nama mereka sudah Anda kenal: Chanel, Lanvin, Rochas, Christian Dior, Nina Ricci, dan Givenchy. Mereka disertai para pembuat permata (jeweler) yang ikut meramaikan bisnis perparfuman, di antaranya Van Cleef & Arpels, Cartier, dan Bulgari.

Tak mau tertinggal, para perancang adibusana mengibarkan aneka wewangian khasnya masing-masing. Mereka juga pemilik nama terkenal: Kenzo, Issey Miyake, Claude Montana, Jean-Paul Gaultier, Christian Lacroix, Giorgio Armani, Gianni Versce, Yves Saint Laurent, dan sebagainya.

Apakah bersaing atau tidak, mereka secara bersama-sama mengukuhkan keberadaan parfum sebagai seni dan komoditi terhormat di dunia. Bisnisnya sungguh sangat menggiurkan dan wangi, pasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar